JAKARTA, PILAREMPAT.COM | Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia
(BI) pada 21-22 Juli 2021, memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse
Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%,
dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.
Keputusan ini sejalan
dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan karena
ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah prakiraan inflasi yang rendah
dan upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dari Covid-19.
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengungkapkan hal tersebut usai RDG tadi siang.
Menurutnya, BI juga terus
mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi
dan sistem keuangan serta mendukung upaya perbaikan ekonomi lebih lanjut,
melalui berbagai langkah antara lain elanjutkan kebijakan nilai tukar Rupiah
untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan fundamental dan
mekanisme pasar, melanjutkan penguatan strategi operasi moneter untuk
memperkuat efektivitas stance kebijakan moneter akomodatif, mendorong
intermediasi melalui penguatan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit
(SBDK) dengan penekanan pada perkembangan premi risiko dan dampaknya pada
penetapan suku bunga kredit baru di berbagai segmen kredit.
Memperkuat ekosistem
penyelenggaraan sistem pembayaran melalui implementasi PBI PJP/PIP untuk
simplifikasi dan efisiensi perizinan/persetujuan serta mendorong inovasi
layanan sistem pembayaran, mempercepat dukungan sistem pembayaran yang cepat,
mudah, murah, aman, dan handal, untuk penyaluran bantuan sosial (bansos)
Pemerintah dan mendukung efisiensi transaksi secara online, mendukung ekspor
melalui perpanjangan batas waktu pengajuan pembebasan Sanksi Penangguhan Ekspor
(SPE), dari semula berakhir 29 November 2020 menjadi sampai dengan 31 Desember
2022, untuk memanfaatkan momentum peningkatan permintaan negara mitra dagang
dan kenaikan harga komoditas dunia, memfasilitasi penyelenggaraan promosi
perdagangan dan investasi serta melanjutkan sosialisasi penggunaan Local
Currency Settlement (LCS) bekerja sama dengan instansi terkait.
Perry menyebutkan,
perekonomian global diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya,
di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang kembali meningkat seiring
penyebaran varian delta Covid-19 di sejumlah negara. Dengan perkembangan
tersebut, Bank Indonesia merevisi ke atas prakiraan pertumbuhan ekonomi global
tahun 2021 menjadi 5,8% dari sebelumnya sebesar 5,7%. Volume perdagangan dan
harga komoditas dunia juga diprakirakan lebih tinggi sehingga mendukung
perbaikan kinerja ekspor negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sementara itu, ketidakpastian
pasar keuangan global meningkat didorong oleh kekhawatiran pasar terhadap
peningkatan penyebaran Covid-19 dan dampaknya terhadap prospek ekonomi dunia,
serta antisipasi terhadap rencana kebijakan pengurangan stimulus moneter
(tapering) the Fed. Kondisi tersebut mendorong pengalihan aliran modal kepada
aset keuangan yang dianggap aman (flight to quality), sehingga mengakibatkan
terbatasnya aliran modal dan tekanan nilai tukar negara berkembang, termasuk
Indonesia.
“Pertumbuhan ekonomi domestik
diprakirakan lebih rendah dari sebelumnya pasca penyebaran varian delta
Covid-19. Hingga triwulan II 2021, perbaikan ekonomi terus berlanjut, terutama
didorong oleh peningkatan kinerja ekspor, belanja fiskal dan investasi non
bangunan. Perkembangan sejumlah indikator dini pada Juni 2021, seperti
penjualan eceran dan PMI, mengindikasikan pemulihan ekonomi domestik yang masih
berlangsung. Pada triwulan III 2021, pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan
lebih rendah sehubungan dengan kebijakan pembatasan mobilitas yang harus
ditempuh oleh Pemerintah untuk mengatasi peningkatan penyebaran varian delta
Covid-19”, jelasnya.
Penurunan pertumbuhan terutama
terjadi pada konsumsi rumah tangga karena terbatasnya mobilitas, di tengah
peningkatan stimulus bantuan sosial oleh Pemerintah, dan tetap kuatnya kinerja
ekspor. Pada triwulan IV 2021, pertumbuhan ekonomi diprakirakan kembali
meningkat didorong oleh peningkatan mobilitas sejalan dengan akselerasi
vaksinasi dan penerapan protokol kesehatan, berlanjutnya stimulus kebijakan,
dan terus meningkatnya kinerja ekspor. Secara spasial, penurunan pertumbuhan
ekonomi tercatat lebih kecil di luar Jawa, khususnya Sulawesi-Maluku-Papua
(Sulampua), didukung dengan kinerja ekspor yang kuat. Dengan perkembangan
tersebut, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021
menjadi 3,5% – 4,3% dari proyeksi sebelumnya 4,1% – 5,1%.
Neraca Pembayaran Indonesia
(NPI) diprakirakan tetap baik, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal.
Defisit transaksi berjalan triwulan II 2021 diprakirakan tetap rendah, didukung
oleh surplus neraca perdagangan sebesar 6,30 miliar dolar AS, meningkat
dibandingkan dengan surplus triwulan sebelumnya sebesar 5,56 miliar dolar AS.
Kinerja positif tersebut ditopang oleh peningkatan ekspor komoditas utama
seperti CPO, batubara, besi dan baja, serta kendaraan bermotor, di tengah
kenaikan harga komoditas dunia. Perbaikan ekspor terjadi di Sumatera, Sulampua,
dan Jawa. Sementara itu, neraca modal diperkirakan mengalami surplus didukung
oleh aliran modal masuk dalam bentuk penanaman modal asing dan investasi
portofolio.
Dengan langkah-langkah
stabilisasi Bank Indonesia, pergerakan nilai tukar Rupiah relatif terkendali,
di tengah kembali meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global. Nilai
tukar Rupiah pada 21 Juli 2021 melemah 0,29% secara point to point dan 1,14%
secara rerata dibandingkan dengan level akhir Juni 2021. Perkembangan nilai
tukar Rupiah tersebut dipengaruhi penyesuaian aliran modal keluar dari negara
berkembang yang didorong oleh perilaku flight to quality, di tengah pasokan
valas domestik yang masih memadai. Dengan perkembangan tersebut, Rupiah sampai
dengan 21 Juli 2021 mencatat depresiasi sekitar 3,39% (ytd) dibandingkan dengan
level akhir 2020, relatif lebih rendah dibandingkan depresiasi dari mata uang
sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Filipina, Malaysia, dan Thailand.
Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai
dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas
operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Inflasi tetap rendah. Indeks
Harga Konsumen (IHK) pada Juni 2021 tercatat deflasi 0,16% (mtm) sehingga
inflasi IHK sampai Juni 2021 mencapai 0,74% (ytd). Secara tahunan, inflasi IHK
tercatat 1,33% (yoy), menurun dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya
sebesar 1,68% (yoy). Inflasi inti terjaga rendah sejalan dengan pemulihan
permintaan domestik yang masih terbatas, stabilitas nilai tukar yang terjaga,
dan kebijakan Bank Indonesia yang konsisten mengarahkan ekspektasi inflasi pada
kisaran target.
Dengan ekspansi moneter
tersebut, kondisi likuiditas perbankan sangat longgar, tercermin pada rasio
Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi, yakni 32,95% dan
pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 11,28% (yoy). [P4/rel]