Jakarta,PILAREMPAT.com – Berinvestasi di pasar modal menjadi salah satu cara mengelola keuangan untuk mendapatkan keuntungan guna melawan inflasi. Ada beragam strategi yang perlu dipelajari untuk meminimalkan risiko dan mengoptimalkan keuntungan di pasar saham. Semakin tinggi potensi keuntungan sebuah produk investasi, semakin besar pula risiko dalam mengelola produk ini. Oleh karena itu, melakukan analisis saham menjadi hal yang penting dalam menentukan strategi investasi. Salah satu teknik analisis yang bisa dilakukan adalah analisis teknikal.
Ada
tiga prinsip dasar analisis teknikal. Pertama, price discounts everything, hal ini berlawanan dengan analisis
fundamental. Pada analisis fundamental, harga akan dipengaruhi oleh berita-berita
mengenai laporan keuangan, nilai penjualan ataupun harga komoditi yang diproduksi oleh perusahaan tersebut. Akan tetapi,
berdasarkan analisis teknikal, harga justru akan mendiskon semua berita
tersebut, sehingga terkadang harga
bergerak melewati nilai harga teoritis secara fundamental, baik naik atau
turun. Kedua, price fluctuates in trends, karena menurut analisis
teknikal, harga saham biasanya akan bergerak mengikuti suatu tren tertentu. Ketiga,
history repeats itself, yang memiliki
arti bahwa pola pergerakan harga di masa lalu akan berulang kembali di masa mendatang.
Analisis
teknikal dapat dilakukan dengan metode chart
yang digambarkan dalam bentuk line chart, bar chart dan volume.
Selain itu, dapat dianalisis menggunakan
metode lines yaitu trend lines, uptrend,
downtrend dan side lines/accumulation. Metode line chart
hanya menampilkan garis yang menghubungkan penutupan harga saham pada periode
tertentu, sedangkan bar chart menggambarkan pergerakan harga dalam suatu
periode tertentu (harga pembukaan, tertinggi, terendah serta penutupan). Harga suatu
saham akan terlihat bergerak dalam sebuah tren. Tren merupakan arah kecenderungan
pergerakan harga saham dalam periode waktu tertentu yang dapat terbagi atas tren
kenaikan (bullish), penurunan (bearish), dan mendatar (sideways).
Dalam
analisis teknikal terdapat istilah resistance
level dan support level. Support level adalah level harga
dimana pada level tersebut permintaan akan suatu saham cukup besar untuk
menahan turunnya harga. Penentuan level support
dilakukan dengan menarik garis horizontal pada titik harga saham terendah. Pada
level tersebut, harga cenderung berhenti bergerak turun dan berpotensi untuk
bergerak naik. Sedangkan resistance level merupakan suatu area
level harga di mana pada level tersebut penawaran akan suatu saham cukup besar
untuk menghentikan naiknya harga. Penentuan level resistance juga
dilakukan dengan cara menarik garis horizontal pada harga tertinggi suatu
saham. Pada level ini, harga cenderung berhenti bergerak naik dan berpeluang
untuk bergerak turun.
Selain
itu, terdapat istilah overbought dan oversold. Overbought merupakan
kondisi ketika harga dinilai terlalu tinggi dan sebaiknya investor yang telah
memiliki saham di bawah harga ini dapat merealisasi keuntungannya. Sementara, oversold
merupakan kebalikan dari overbought, yaitu kondisi ketika harga saham
yang dianalisis secara teknikal tergolong
murah (kondisi ini dilihat berdasarkan indikator teknikal).
Analisis
teknikal tidak mempercayai keadaan dimana harga bergerak secara acak, melainkan
pada pola (pattern) tertentu. Secara
umum, terdapat dua kategori pola grafik pada analisis teknikal. Pola yang
pertama ialah reversal (pola pembalikan
arah) yang terdiri dari head and shoulders, inverted head and shoulders, double top,
dan double bottom. Kemudian pola yang kedua adalah pola continuation
(pola pelanjutan arah) yang
terdiri dari symetrical triangle, ascending
triangle descending triangle, flag, dan
wedge.
Head and shoulders adalah pola yang seolah-olah membentuk kepala dan bahu (kiri
dan kanan). Pola head and shoulders sering terjadi ketika fase uptrend
dan merupakan indikasi bahwa setelah pola ini terbentuk, terdapat
kemungkinan harga akan berubah menjadi downtrend. Sementara pola inverted
head and shoulders merupakan kebalikan dari head and shoulders. Double top adalah sinyal yang muncul
setelah terbentuknya pola uptrend yang kuat, yang selanjutnya
mengindikasikan tanda reversal (pembalikan arah). Sementara double
bottom merupakan kebalikan dari double top, yaitu diawali dengan
terbentuknya pola downtrend, kemudian membentuk sinyal pembalikan arah. Pola
berikutnya adalah triangle pattern, yang terbagi menjadi tiga jenis, yaitu
symetrical triangle, ascending triangle dan descending triangle. Ascending
dan descending triangle merupakan pola pelanjutan arah dari tren sebelumnya, sementara symetrical triangle
bisa menjadi pola pembalikan arah atau pola pelanjutan arah. Ketiga pola
ini dapat dimanfaatkan dalam melakukan analisis teknikal untuk memperkirakan
kelanjutan arah pergerakan harga saham, komoditi atau memprediksi pergerakan
mata uang (cross currencies) terhadap mata uang lainnya. Ciri dari
timbulnya pola symetrical triangles ialah pergerakan harga yang semakin
menyempit. Ciri dari ascending triangle adalah pergerakan harga yang
semakin menyempit, dengan resistance di level harga tertentu yang jika
kita tarik garis membentuk horizontal lines. Sementara ciri dari
terjadinya descending triangle adalah support pada harga tertentu
dan jika ditarik garis membentuk garis horizontal, dan harga tidak dapat
menembus level tertinggi baru.
Sementara
wedges adalah pola yang membentuk formasi mengerucut menyerupai dengan triangle
pattern, tetapi pola ini berbeda karena batasan yang terjadi tidak berupa
garis horizontal (di atas atau di bawah) melainkan bergerak beriringan
dan menyempit. Indikator teknikal selanjutnya adalah moving average, yang
merupakan garis yang dibuat dengan cara menghubungkan harga rata-rata suatu aset dalam periode waktu tertentu. Nilai
rata-rata tersebut dapat berasal dari harga pembukaan (open), penutupan
(close), tertinggi (high), terendah (low), atau
pertengahan (median). Pemanfaatan moving average bisa dilakukan
dengan cara menggabungkan beberapa garis moving average untuk dapat
melihat sinyal beli atau jual melalui perpotongan garis (crossover).
Selain
garis moving average, terdapat berbagai macam indikator teknikal, salah
satunya adalah indikator stochastic oscillator. Sebagian besar pelaku pasar meyakini
bahwa pola trading jangka pendek bisa dilakukan dengan melihat gejala
kenaikan maupun penurunan yang terjadi pada indikator stochastic. Akan
tetapi, stochastic oscillator memiliki kelemahan yang dapat memberikan
sinyal palsu lebih banyak dibandingkan indikator oscillator lainnya.
Relative
Strengh Index (RSI) juga merupakan salah satu indikator yang banyak
dipergunakan oleh analis teknikal untuk menentukan titik balik suatu saham. Sinyal
yang bisa diperoleh dari RSI adalah apabila pergerakkan saham tidak dalam suatu
tren. RSI pada umumnya ditentukan pada level 30 – 70 poin. Terkadang, analis
akan melakukan penyesuaian apabila level tersebut ditembus ke atas. Bila RSI
berada di level 30, berarti terdapat indikasi oversold. Sedangkan, bila RSI berada di
level 70, maka terdapat indikasi overbought. Sementara itu, level 45 –
50 dapat dijadikan sebagai range perdagangan jangka pendek. Adapun indikator ini juga bisa dimanfaatkan untuk
melihat level support dan
resistance, serta divergensi positif
dan negatif. [P4/sya/rel]