Jakarta, PILAREMPAT.com : Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan arti penting menciptakan regulasi Publisher Rights, agar tercipta fair playing field bagi industri media nasional.
Kemenkominfo menilai industri media dalam 10
tahun terakhir mengalami penurunan cukup signifikan, di tengah tantangan badai
disrupsi digital.
“Publisher Rights ini mencoba membuat satu fair playing field, arena yang lebih adil buat perusahaan media dan juga platform digital,” ujar Nezar Patria, Wamen Kominfo dalam Program Fokus Terkini, di Studio TVRI Jakarta Selatan, Rabu (26/07/2023).
Pada kesempatan itu, Nezar Patria mengatakan, badai disrupsi digital akibat kehadiran media sosial yang menghidangkan beragam informasi, saat ini menggeser peran media mainstream sebagai panji jurnalisme yang berkualitas. Oleh karena itu, menurutnya keberadaan regulasi yang dapat melindungi industri media nasional memiliki peran penting.
“Perpres masih sedang
digodok. Dari Kominfo sudah selesai diskusinya. Sekarang sudah proses ke Setneg.
Nanti di Setneg akan ada proses lagi sebelum ditandatangani oleh presiden,”
ujarnya.
“Pemerintah coba berdiri di tengah. Kita juga tidak ingin
mematikan ekosistem digital yang sudah bertumbuh. Bagaimana ini disiasati untuk
melindungi kedaulatan digital, melindungi data yang kita miliki, melindungi
industri media nasional,” tegasnya, dikutip dari laman Kontan.
Pada kesempatan itu, Nezar Patria
mengatakan, badai disrupsi digital akibat kehadiran media sosial yang
menghidangkan beragam informasi, saat ini menggeser peran media mainstream
sebagai panji jurnalisme yang berkualitas. Oleh karena itu, menurutnya
keberadaan regulasi yang dapat melindungi industri media nasional memiliki
peran penting.
“Pemerintah coba berdiri di tengah. Kita juga tidak ingin
mematikan ekosistem digital yang sudah bertumbuh. Bagaimana ini disiasati untuk
melindungi kedaulatan digital, melindungi data yang kita miliki, melindungi
industri media nasional,” tegasnya, dikutip dari laman Kontan.
Namun, ia menekankan, aturan ini bukan berarti mendorong bangsa Indonesia menutup diri dari perkembangan global.
“Bukan berarti kita jadi chauvinistic,
menutup diri dari perkembangan global, tapi kolaborasi dengan global hendaknya
dilakukan dengan azas yang fair,” tandasnya.
Ia mengingatkan jangan sampai bangsa Indonesia terjebak menjadi pasar di tengah proses datafikasi yang dilakukan perusahaan teknologi global.
“Yang dilakukan big tech sebetulnya
suatu datafikasi yang luar biasa, tapi karena hubungan asimetris kita takut
terjadi kolonialisme data. Kita jangan hanya menjadi pasar. Kita ingin hubungan
yang setara,” sebutnya.
Aturan Publisher Rights saat ini tengah diproses di Sekretariat Negara, selanjutnya akan dikoordinasikan dengan kementerian dan lembaga lainnya. [P4]