Jakarta, PILAREMPAT.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa industri perbankan telah siap menghadapi berakhirnya kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19 pada 31 Maret 2024. Berakhirnya kebijakan tersebut konsisten dengan pencabutan status pandemi Covid-19 oleh Pemerintah pada Juni 2023, serta mempertimbangkan perekonomian Indonesia yang telah pulih dari dampak pandemi, termasuk kondisi sektor riil.
Demikian keterangan resmi yang diterima PILAREMPAT.com dari Humas OJK Pusat melalui OJK Provinsi Sumatera Utara, Senin (1/4/2024).
Restrukturisasi kredit yang diterbitkan sejak awal 2020 telah banyak
dimanfaatkan oleh debitur terutama pelaku UMKM. Stimulus restrukturisasi kredit
merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan merupakan kebijakan
yang sangat penting (landmark policy)
dalam menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum untuk
melewati periode pandemi.
OJK menilai kondisi
perbankan Indonesia saat ini memiliki daya tahan yang kuat (resilient) dalam menghadapi dinamika perekonomian dengan
didukung oleh tingkat permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan
manajemen risiko yang baik.
Ketua Dewan Komisioner
OJK Mahendra Siregar menyampaikan bahwa hal tersebut juga didukung oleh
pemulihan ekonomi yang terus berlanjut, dengan tingkat inflasi yang terkendali
dan tumbuhnya investasi. Sejalan dengan hal itu, sejak diterbitkannya Keppres
No. 17 Tahun 2023 pada Juni 2023 yang menyatakan status pandemi Covid-19 di
Indonesia dinyatakan telah berakhir, aktivitas ekonomi masyarakat terus
meningkat.
Berbagai indikator pada
Januari 2024 menunjukkan perbankan Indonesia dalam kondisi yang baik; tercermin dari rasio kecukupan modal (CAR) di
level 27,54 persen, kondisi likuiditas yang ditunjukkan oleh Liquidity Coverage Ratio (LCR) sebesar 231,14
persen dan Alat Likuid/Non Core Deposit (AL/NCD) sebesar 123,42
persen serta tingkat rentabilitas yang memadai. Hal ini diharapkan dapat
menjadi bantalan mitigasi risiko yang solid di tengah kondisi perekonomian
global yang masih tidak menentu. Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga
di bawah threshold 5 persen yaitu NPL Gross sebesar 2,35 persen dan NPL Nett sebesar 0,79 persen.
Kontribusi Nyata
Bauran kebijakan di sektor
perbankan yang diterapkan telah memberikan kontribusi yang nyata, khususnya
melalui Kebijakan Stimulus Covid-19, dalam menopang tekanan terhadap perekonomian
sejak awal pandemi melanda hingga saat ini.
POJK Stimulus merupakan
kebijakan perintis di sektor keuangan sebagai reaksi cepat (quick response) OJK yang bersifat countercyclical dalam bentuk stimulus
terhadap debitur yang secara langsung maupun tidak langsung terdampak Covid-19
antara lain melalui restrukturisasi kredit.
Kebijakan stimulus yang
diterbitkan oleh OJK diawali dengan POJK No. 11/POJK.03/2020 pada Maret 2020
bertujuan untuk memberikan ruang bernafas kepada debitur yang berkinerja baik
namun mengalami pemburukan akibat terdampak pandemi Covid-19.
Untuk menjaga momentum
pemulihan ekonomi serta mempersiapkan industri perbankan untuk kembali pada
kondisi normal secara terkendali (soft landing), OJK memperpanjang kebijakan
stimulus tersebut sampai dengan 31 Maret 2022 melalui penerbitan POJK
No.48/POJK.03/2020, namun dengan penerapan aspek manajemen risiko yang lebih
ketat (stringent). Hal ini bertujuan memastikan implementasi
kebijakan dapat lebih tepat sasaran dan terhindar dari moral hazard.
Pada 10 September 2021,
melalui POJK No. 17/POJK.03/2021, OJK kembali memperpanjang kebijakan stimulus
untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi melalui peningkatan penyaluran kredit
dan menjaga stabilitas sistem keuangan sampai dengan 31 Maret 2023.
Dalam perjalanannya, pada
November 2022, OJK menilai bahwa perekonomian domestik mulai pulih, namun masih
terdapat segmen dan sektor ekonomi yang dinilai masih memerlukan waktu untuk
pemulihan. Oleh karena itu, OJK mengambil kebijakan memperpanjang stimulus lanjutan
hingga 31 Maret 2024 yang mendukung segmen, sektor, industri dan daerah
tertentu (targeted) melalui KDK No.34/KDK.03/2022. Kebijakan tersebut tetap disertai dorongan
kepada perbankan untuk membentuk cadangan (buffer) yang memadai dalam
memitigasi risiko-risiko yang mungkin timbul.
Mempertimbangkan kontribusinya
terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, maka segmen UMKM,
sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum, industri tekstil dan produk
tekstil (TPT) serta alas kaki, dan Provinsi Bali menjadi target perpanjangan
kebijakan stimulus lanjutan.
Tentunya penerapan kebijakan yang
mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) ini diimbangi
dengan penerapan aspek manajemen risiko yang lebih ketat (stringent) dan memperhatikan arah
normalisasi kebijakan sejalan dengan yang dilakukan oleh negara-negara lain (common practices) sehingga dapat
mempersiapkan industri perbankan untuk kembali pada kondisi normal secara
terkendali (soft landing) ketika stimulus berakhir. [P4/rel/sya]