Medan, PILAREMPAT.com - Penipuan investasi terus ada dan semakin canggih. Untuk itu masyarakat dan para investor harus tahu cara mengantisipasinya. Tim Bursa Efek Indonesia (BEI) memberikan lima tips cara agar tidak terjebak penipuan investasi.
Kepala BEI Perwakilan Sumatera Utara (Sumut), Muhammad Pintor Nasution mengatakan, yang pertama, masyarakat atau investor harus mengecek perizinan dari entitas yang menawarkan program atau produk investasi.
“Setiap orang bisa dengan mudah mencari tahu apakah suatu entitas sudah berizin atau belum dengan rutin mengecek di website OJK,” kata Pintor melalui keterangan tertulisnya, Minggu (5/5/24).
Selain itu, masyarakat bisa menghubungi hotline OJK 1500655 atau mengirim email kepada waspadainvestasi.ojk.go.id.
“Karena, investasi yang aman dan dapat dipercaya pasti sudah memiliki izin dan terdaftar di OJK,” jelasnya.
Perusahaan yang memberikan penawaran investasi berjangka atau komoditi, lanjut Pintor, harus sudah terdaftar di BAPPEBTI (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi).
“Jika nama perusahaan tidak ditemukan, maka tidak ada jaminan bahwa investasi tersebut legal,” tegasnya.
Yang kedua, masyarakat harus waspada terhadap hasil investasi yang menggiurkan.
Pintor mengimbau masyarakat agar lebih hati-hati jika menerima penarawan investasi yang menjanjikan keuntungan terlalu besar atau cenderung tidak masuk akal.
“Sebaiknya, kita bertanya dulu bagaimana alur bisnisnya sampai bisa memperoleh nominal keuntungan tertentu,” lanjutnya.
Keuntungan yang besar, kemungkinan adalah skema Ponzi, yaitu skema bisnis yang menghasilkan keuntungan bukan dari produk investasi, melainkan dari dana milik orang lain yang masuk belakangan.
“Di sinilah masyarakat perlu untuk mengendalikan diri dan tidak tergoda sehingga akhirnya terjerat investasi bodong,” jelasnya.
Kemudian yang ketiga, masyarakat sebaiknya menanyakan bagaimana perusahaan menjalankan investasinya.
“Jangan terburu-terburu setuju untuk berinvestasi saat ada perusahaan yang melakukan penawaran. Namun, cobalah untuk bertanya bagaimana sistem kerja perusahaan tersebut dalam menjalankan investasinya,” lanjut Pintor.
Dari jawaban tersebut, lanjut Pintor, bisa dinilai apakah perusahaan terkesan menutup-nutupi dan tidak ingin transparan. “Maka. sebaiknya hindari untuk berinvestasi di perusahaan tersebut,” tandas Pintor.
Yang keempat, Pintor mengingatkan, bahwa masyarakat tidak perlu merasa ketinggalan tren.
Diketahui, perbincangan soal investasi sangat sering terdengar saat ini, terutama di kalangan anak muda. Beberapa orang kemudian merasa takut ketinggalan zaman atau Fear of Missing Out (FOMO).
“Seolah-olah, bagi yang belum berinvestasi akan dianggap belum melek keuangan dan kurang memikirkan masa depan. Padahal, untuk berinvestasi bukan berdasarkan tren atau pendapat orang lain, tapi diperlukan kesiapan diri, berupa alokasi dana dan pengetahuan yang cukup,” ungkap Pintor.
Yang terakhir, bagi orang yang hendak berinvestasi harus memilliki tujuan keuangan instrumen yang sesuai.
“Tujuan keuangan dan instrumen investasi harus jelas dan sesuai dengan profil risiko. Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk berinvestasi, pastikan kita sudah menyusun rencana investasi yang terukur,” katanya.
Pintor juga menyarankan agar sering melakukan riset, bertanya pada orang-orang yang sudah lebih dulu berinvestasi, dan memperkaya literasi keuangan.
“Pelajari produk-produk investasi yang bisa menghasilkan keuntungan sesuai tujuan masing-masing. Jangka waktu investasi akan menentukan pilihan produk. Lalu, pastikan juga setiap investor sudah memiliki tabungan dana darurat sebelum mengalokasikan dana untuk berinvestasi,” pungkasnya. [P4/sya]