Kepala Kantor OJK Sumut, Khoirul Muttaqien : Bursa Karbon Sumut Besar, OJK Segera Gencarkan Sosialisasinya...

/

/ Kamis, 15 Agustus 2024 / 20.56 WIB

 

Kepala Kantor OJK Provinsi Sumatera Utara, Khoirul Muttaqien.

PILAREMPAT.com, Medan :  

Kepala Kantor OJK Provinsi Sumatera Utara, Khoirul Muttaqien mengatakan, sebagai wilayah dengan lapangan usaha yang didominasi oleh perkebunan kelapa sawit, potensi Sumatera Utara (Sumut) akan bursa karbon cukup besar. Namun sejak diluncurkan hingga kini, baru sekitar 12 perusahaan Sumut yang melantai di Bursa Karbon Indonesia.

"Karenanya, Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sumut akan gencar sosialisasi perdagangan karbon kepada perusahaan sawit di Sumut. Mengingat potensi industri sawit yang sangat besar untuk terlibat dalam perdagangan bursa karbon," ujar Khoirul Muttaqien, dalam Media Update Kantor OJK Provinsi Sumatera Utara bertema Optimalisasi Peran OJK Daerah Melalui Sinergitas Media Partner di Medan, Kamis (15/8/2024).

Dalam kegiatan ini, ungkap Khoirul yang baru sekira satu bulan ini bertugas di OJK Sumut itu, akan dibahas terkait dasar perdagangan karbon, regulasi yang berlaku, manfaat ekonomi dan lingkungan, serta studi kasus kisah sukses.

"Jadi sebenarnya untuk masuk bursa karbon tidak harus perusahaan besar. Namun untuk IPO, perusahaan harus benar-benar siap terbuka dan professional. Jika ada pertanyaan dari investor wajib dijawab. Ibaratanya mau jualan cabai, harus tahu kualitas, faktor risiko, ini tantangannya," ungkap Khoirul yang didampingi DeputIi Direktur Pengawasan LJK 2, Anton Purba.

Diakui Khoirul Muttaqien, untuk perdagangan karbon ini, ada beberapa hambatan yang kini sedang dibahas di tingkat hilir. Seperti masalah konsultan karbon juga standarisasi penghitungan emisi.

"Misalnya ada lahan sawit 100 hektar, per hektarnya harus dihitung bisa menghasilkan berapa emisi karbon. Dan ini butuh standarisasi dari KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), dan ini cukup rumit dan butuh waktu. Atau bisa dihitung dari luar negeri gak? Itu sedang dibahas," jelasnya lagi.

Selain hitungan per hektar lahan, ada juga perbedaan hitungan hutan adat atau hutan asli. Termasuk hutan dengan pohon yang beda juga beda. Skema perdagangan juga mempengaruhi. Selain masalah standarisasi perdagangan emisi, ketentuan pajak juga belum keluar dari Kementerian Keuangan.

"Karena itu la, kita sekarang konsentrasi dengan sosialisasi dengan industri perkebunan kelapa sawit," ujarnya. [P4/sya]

Komentar Anda

Berita Terkini