Analis Ekonomi : Budaya Penukaran Uang Baru Timbulkan Banyak Biaya dan Mubazir, BI Hendaknya Dorong Transaksi Non Tunai

/

/ Kamis, 20 Maret 2025 / 23.53 WIB


Gunawan Benjamin (foto: P4/istimewa)

PILAREMPAT.com - Medan :

Pengajuan penukaran uang baru yang biasanya digelar menjelang Lebaran melalui sistem yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), namun sulit diakses oleh masyarakat itu bisa saja dipicu oleh banyak masalah teknis. Salah satunya bisa saja dikarenakan oleh karena akses yang begitu banyak dari masyarakat, sehingga sistem tidak mampu mengakomodir semua permintaan untuk mengakses layanan itu sendiri.

"Sistem layanan penukaran uang yang dibangun oleh BI ini banyak mubazirnya. Hanya memanjakan masyarakat yang berniat menukar uangnya. Dikarenakan layanan penukaran uang ke masyarakat tersebut efektif dilakukan satu tahun sekali. Setelah perayaan HBKN, seperti Idul fitri usai, maka sistem layanan online tersebut menjadi kurang bermanfaat bagi masyarakat," ujar Gunawan Benjamin, Analis/pengamat ekonomi Sumatera Utara, Kamis (20/3/2025).

Menurut dosen fakultas ekonomi UISU dan UIN Sumut ini, sebaiknya budaya menukar uang menjelang idul fitri ini diminimalisir atau dikurangi. Masyarakat harus dibiasakan membagikan uang saat perayaan hari besar tertentu dengan uang digital. Mengingat penggunaan smartphone di kalangan masyarakat sudah meluas. 

"Kebiasaan menukar uang baru saat perayaan hari besar tertentu juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit," pungkas Gunawan.

Dijelaskannya, selain biaya pencetakan uang, penukaran uang memicu sejumlah biaya diantaranya BI harus  menyediakan sumber daya manusia, operasional dan maintenance sistem, kendaraan penukaran uang keliling.

Ditambah biaya yang harus dikeluarkan masyarakat saat mengambil uangnya, kemungkinan biaya transfer, pulsa (paket data), biaya transport termasuk BBM, akomodasi lainnya hingga tenaga.

"Ada terlalu banyak biaya yang harus dikeluarkan saat penukaran uang berlangsung. Sementara uang baru yang dibagikan ini bersifat seremonial semata," kata Gunawan.

Lanjutnya, kondisi ini tidak memiliki dampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi jika menggunakan uang lama. Dan nilainya juga tidak berbeda antara uang baru dan uang lama. 

"Jadi, tidak ada alasan BI harus mempertahankan budaya yang melekat seperti ini," ujarnya lagi..

Perlahan, menurut Gunawan,  sebaiknya kebiasaan atau budaya ini harus dikurangi dan digantikan dengan uang digital.

Yaitu dengan cara dimulai dengan membagikan secara merata uang baru ke semua masyarakat yang mengajukan permohonan tukar uang. 

"Sistem harus bisa mengeluarkan output dengan algoritma penukaran uang baru dibagi semua jumlah pemohon. Sehingga masyarakat hanya mendapatkan penjatahan sedikit yang bisa membuat minat mereka menukar uang perlahan memudar," terangnya. 

Dari sekian banyak sosialisasi kepada masyarakat, BI dalam beberapa tahun terakhir sudah mendorong penggunaan uang digital (non tunai) di masyarakat saat hari raya seperti menggunakan QRIS. 

"Tetapi budaya menukar uang baru ini, sudah sangat melekat. Pola pikir masyarakat perlu dirubah baik dengan edukasi, sosialisasi maupun pendekatan kebijakan yang mempersempit keinginan menukar uang," pungkas Gunawan. [P4/sya]

Komentar Anda

Berita Terkini